Kegiatan Pembelajaran 2
Mengonstruksi Nilai-Nilai Cerita Sejarah Dalam Bentuk Teks Eksplanasi
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul pada kegiatan pembelajaran 2, diharapkan kalian dapat menyusun teks eksplanasi dari nilai-nilai teks cerita sejarah dengan kritis, cermat, dan bertanggung jawab agar kalian memiliki pemahaman tentang mengontruksi teks cerita sejarah dengan benar.
Uraian Materi
Sebelum kalian menyusun, teks eksplanasi dari nilai-nilai yang diperoleh dari informasi teks cerita sejarah kalian perlu ketahui dulu bahwa teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena, baik itu peristiwa alam, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan lainnya.
Sebuah paragraf yang baik dan benar, harus mempunyai kelengkapan sejumlah paragraf di dalamnya. Adapun unsur-unsur paragraf yang dimaksud antara lain: gagasan utama merupakan unsur paragraf yang berupa topik utama atau permasalahan yang hendak dibahas dalam suatu paragraf, kalimat utama kalimat yang berisi gagasan utama suatu paragraf dan kalimat penjelas yang merupakan kalimat yang menjelaskan gagasan utama yang terkandung di dalam suatu kalimat utama.
Unsur-Unsur paragraf yang telah disebutkan sebelumnya (gagasan utama, kalimat utama, dan kalimat penjelas) mesti membentuk satu kesatuan yang padu, di mana kalimat penjelas mesti mampu menjelaskan gagasan utama yang terkandung dalam kalimat utama secara baik dan sesuai dengan gagasan utama yang dimaksud. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka sebuah paragraf belum dikatakan baik dan benar.
1. Mengidentifikasi Nilai-nilai Teks Cerita Sejarah
Karya sastra yang baik, selalu mengandung nilai (value). Nilai tersebut dikemas secara implisit dalam alur, latar, tokoh, dan tema. Nilai yang terkandung dalam cerita sejarah antara lain nilai-nilai budaya, nilai moral, nilai agama, nilai sosial, dan nilai estetis.
a. Nilai budaya adalah nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan.
Contoh:
Dan bila orang mendarat dari pelayaran, entah dari jauh entahlah dekat, ia akan berhenti di satu tempat beberapa puluh langkah dari dermaga. Ia akan mengangkat sembah di hadapannya berdiri Sela Baginda, sebuah tugu batu berpahat dengan prasasti peninggalan Sri Airlangga. Bila ia meneruskan langkahnya, semua saja jalanan besar yang dilaluinya, jalanan ekonomi sekaligus militer. Ia akan selalu berpapasan dengan pribumi yang berjalan tenang tanpa gegas, sekalipun di bawah matahari terik.
Sumber: Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG, 2000
Nilai budaya dalam kutipan di atas adalah nilai budaya Timur yang mengajarkan hidup tenang, tidak terburu-buru, segala sesuatunya harus dihubungkan dengan alam.
b. Nilai moral/etika adalah nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika atau moral.
Contoh:
"Juga Sang Adipati Tuban Arya Teja Tumenggung Wilwatikta tidak bebas dari ketentuan Maha Dewa. Sang Hyang Widhi merestui barang siapa punya kebenaran dalam hatinya. Jangan kuatir. Kepala desa! Kurang tepat jawabanku, kiranya? Ketakutan selalu jadi bagian mereka yang tak berani mendirikan keadilan. Kejahatan selalu jadi bagian mereka yang mengingkari kebenaran maka melanggar keadilan. Dua-duanya busuk, dua-duanya sumber keonaran di atas bumi ini...;' clan ia teruskan wejangannya tentang kebenaran dan keadilan dan kedudukannya di tengah-tengah kehidupan manusia dan paradewa.
Sumber: Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG, 2000
Nilai moral dalam kutipan di atas adalah ketakutan membela kebenaran sama buruknya dengan kejahatan karena sama-sama melanggar keadilan.
c. Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan atau bersumber pada nilai-nilai agama.
Contoh:
Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apapun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawakarta yang tidak dijaga terlampau ketat. Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana
Sumber: Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi
Nilai agama dalam kutipan tersebut tampak pada aktivitas rakyat dari berbagai agama mendoakan Kertarajasa Jayawardhana yang sedang sakit.
d. Nilai sosial yaitu nilai yang berkaitan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.
Contoh:
Sebagian terbesar pengantar sumbangan, pria, wanita, tua, dan muda, menolak disuruh pulang. Mereka bermaksud menyumbangkan tenaga juga. Maka jadilah dapur raksasa pada malam itu juga. Menyusul kemudian datang bondongan gerobak mengantarkan kayu bakar dan minyak-minyakan. Dan api pun menyala dalam berpuluh tungku.
Sumber: Pramoedya Ananta Toer, Mangir, Jakarta, KPG, 2000
Dalam kutipan diatas, nilai sosial tampak pada tindakan menyumbang dan kesediaan untuk membantu pelaksanaan pesta perkawinan.
e. Nilai estetis, yakni nilai yang berkaitan dengan keindahan, baik keindahan struktur pembangun cerita, fakta cerita, maupun teknik penyajian cerita.
Contoh:
Betapa megah dan indah bangunan itu karena terbuat dari bahan-bahan pilihan. Pilar-pilar kayunya atau semua bagian dari tiang saka, belandar bahkan sampai pada usuk diraut dari kayu jati pilihan dengan perhitungan bangunan itu sanggup melewati waktu puluhan tahun, bahkan diharap bisa tembus lebih dari seratus tahun. Tiang saka diukir indah warna-warni, kakinya berasal dari bahan batu merah penuh pahatan ukir mengambil tokoh-tokoh pewayangan, atau tokoh yang pernah ada bahkan masih hidup. Bangunan itu berbeda-beda bentuk atapnya, pun demikian dengan bentuk wajahnya. Halaman tiga istana utama itu diatur rapi dengan sepanjang jalan ditanami pohon tanjung, kesara, dan cempaka. Melingkar-lingkar di halaman adalah tanaman bunga perdu.
Sumber: Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi.
Nilai estetis dalam kutipan tersebut terkait dengan teknik penyajian cerita. Teknik yang digunakan pengarang adalah teknik showing (deskriptif). Teknik ini efektif untuk menggambarkan suasana, tempat, waktu sehingga pembaca dapat membayangkan seolah-olah menyaksikan dan merasakan sendiri.
2. Teks Eksplanasi
Teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena, baik itu peristiwa alam, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan lainnya. Teks eksplanasi berisi fakta yang dapat menjawab pertanyaan tentang “bagaimana” dan “mengapa” suatu fenomena terjadi.
Oleh sebab itu, tujuan utama teks eksplanasi adalah untuk memaparkan proses dan sebab terjadinya suatu fenomena. Penjelasan yang dipaparkan dalam teks eksplanasi berdasarkan bidang keilmuan (bersifat ilmiah) yang mengacu pada fakta, realita, teori, dan hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan.
Teks eksplanasi tersusun atas suatu struktur yang memudahkan kita dalam memahami isi teks. Adapun struktur teks eksplanasi adalah sebagai berikut.
a. Pernyataan umum
Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang dan tinjauan umum topik yang dapat berupa definisi, klasifikasi, sejarah, dan asal usul. Bagian dalam teks ini berupa gambaran secara umum tentang apa, mengapa, dan bagaimana proses peristiwa alam terjadi.
b. Deretan penjelas
Pada bagian ini berisi perincian proses atau sebab terjadinya suatu fenomena yang juga mencakup akibat dan dampak yang ditimbulkan.
c. Interpretasi
Bagian ini berisi penafsiran penulis mengenai topik dengan perspektif tertentu yang lebih luas dan menyeluruh, serta menjelaskan korelasi peristiwa yang menyertainya.
d. Simpulan
Pada bagian akhir teks terdapat tanggapan penulis dalam menyikapi fenomena berupa pernyataan reflektif yang bersifat umum.
3. Mengontruksi Nilai-nilai Teks Cerita Sejarah dalam Teks Eksplanasi
Tinggal satu langkah lagi kalian dapat menyelesaikan modul ini, masih semangat, bukan? Perlu kalian ingat, menulis artikel hendaknya memerhatikan unsur kelengkapan paragraf dan kepaduannya. Selanjutnya, pada modul ini kalian akan diberikan langkah-langkah agar dapat mengontruksi dengan baik.
- Menentukan cerita sejarah Pada tahap ini kalian menentukan cerita sejarah yang akan yang akan diidentifikasi nilai-nilainya.
- Mengidentifikasi nilai-nilai cerita sejarah Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam karya tersebut yang akan dijadikan bahan untuk dikontruksi dalam teks eksplanasi.
- Membuat kerangka tulisan Tahap ini dimaksudkan untuk membuat acuan mengontruksi.
- Mengontruksi Kegiatan mengontruksi nilai-nilai dalam teks cerita sejarah menjadi teks eksplanasi.
- Menyunting/mengoreksi ulang Mengoreksi ulang merupakan kegiatan melihat kembali kesalahan baik teknis, maupun nonteknis serta dapat melihat hal-hal yang perlu ditambah atau dikurangi dari tulisan tersebut.
- Menulis kembali Pada kegiatan ini dilakukan revisi terhadap tulisan setelah dilakukan penyuntingan. Dengan demikian hasil tulisan akan menjadi lebih bagus.
- Evaluasi Tahap ini merupakan pemeriksaan untuk memastikan bahwa penulis telah mengontruksi sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah direncanakan.
Rangkuman
- Mengontruksi adalah kegiatan menata kembali nilai-nilai yang ada pada teks cerita sejarah menjadi teks eksplanasi.
- Mengidentifikasi nilai-nilai yang ada dalam teks cerita sejarah adalah kegiatan mengenali nila-nilai yang ada dalam teks tersebut yang nantinya akan dikontruksi dalam teks eksplanasi. membuat kerangka tulisan, mengontruksi,
- Teks eksplanasi merupakan teks yang menjelaskan sebab akibat suatu fenomena, baik itu peristiwa alam, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan lainnya, yang terdiri dari pernyataan umum, deretan penjelas, interpretasi dan simpulan.
- Langkah-langkah mengontruksi adalah menentukan cerita sejarah, mengidentifikasi nilai-nilai cerita sejarah, membuat kerangka, mengonruksi, menyunting, menulis kembali dan mengevaluasi.
Penugasan Mandiri
Kemelut di Majapahit
(S.H. Mintarja)
Setelah Raden Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertarajasa Jayawardhana, beliau tidak melupakan jasa-jasa para senopati (perwira) yang setia dan banyak membantunya semenjak dahulu itu membagi-bagikan pangkat kepada mereka. Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban clan yang lain-lain pun diberi pangkat pula. Dan hubungan antara junjungan ini dengan para pembantunya, sejak perjuangan pertama sampai Raden Wijaya menjadi raja, amatlah erat dan baik.
Akan tetapi, guncangan pertama yang memengaruhi hubungan ini adalah ketika Sang Prabu telah menikah dengan empat putri mendiang Raja Kertanegara, telah menikah lagi dengan seorang putri dari Melayu. Sebelum puteri dari tanah Malayu ini menjadi istrinya yang kelima, Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana telah mengawini semua putri mendiang Raja Kertanegara. Hal ini dilakukannya karena beliau tidak menghendaki adanya dendam dan perebutan kekuasaan kelak.
Keempat orang puteri itu adalah Dyah Tribunan yang menjadi permaisuri, yang kedua adalah Dyah Nara Indraduhita, ketiga adalah Dyah Jaya Inderadewi, clan yang juga disebut Retno Sutawan atau Rajapatni yang berarti "terkasih" karena memang putri bungsu dari mendiang Kertanegara ini menjadi istri yang paling dikasihinya. Dyah Gayatri yang bungsu ini memang cantik jelita seperti seorang dewi kahyangan, terkenal di seluruh negeri dan kecantikannya dipuja-puja oleh para sastrawan di masa itu. Akan tetapi, datanglah pasukan yang beberapa tahun lalu diutus oleh mendiang Sang Prabu Kertanegara ke negeri Melayu. Pasukan ini dinamakan pasukan Pamalayu yang dipimpin oleh seorang senopati perkasa bernama Kebo Anabrang atau juga Mahisa Anabrang, nama yang diberikan oleh Sang Prabu mengingat akan tugasnya menyeberang (anabrang) ke negeri Melayu. Pasukan ekspedisi yang berhasil baik ini membawa pulang pula dua orang putri bersaudara. Putri yang kedua, yaitu yang muda bernama Dara Petak, Sang Prabu Kertarajasa terpikat hatinya oleh kecantikan sang putri ini, maka diambillah Dyah Dara Petak menjadi istrinya yang kelima. Segera ternyata bahwa Dara Petak menjadi saingan yang paling kuat dari Dyah Gayatri, karena Dara Petak memang cantik jelita clan pandai membawa diri. Sang Prabu sangat mencintai istri termuda ini yang setelah diperisteri oleh Sang Baginda, lalu diberi nama Sri Indraswari.
Terjadilah persaingan di antara para istri ini, yang tentu saja dilakukan secara diam-diam namun cukup seru, persaingan dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri Baginda yang tentu saja akan mengangkat derajat dan kekuasaan masing-masing. Kalau Sang Prabu sendiri kurang menyadari akan persaingan ini, pengaruh persaingan itu terasa benar oleh para senopati clan mulailah terjadi perpecahan diam-diam di antara mereka sebagai pihak yang bercondong kepada Dyah Gayatri keturunan mendiang Sang Prabu Kertanegara, clan kepada Dara Petak keturunan Malayu.
Tentu saja Ronggo Lawe, sebagai seorang yang amat setia sejak zaman Prabu Kertanegara, berpihak kepada Dyah Gayatri. Namun, karena segan kepada Sang Prabu Kertarajasa yang bijaksana, persaingan clan kebencian yang dilakukan secara diam-diam itu tidak sampai menjalar menjadi permusuhan terbuka. Kiranya tidak ada terjadi hal-hal yang lebih hebat sebagai akibat masuknya Dara Petak ke dalam kehidupan Sang Prabu, sekiranya tidak terjadi hal yang membakar hati Ronggo Lawe, yaitu pengangkatan patih hamengku bumi, yaitu Patih Kerajaan Majapahit. Yang diangkat oleh Sang Prabu menjadi pembesar yang tertinggi clan paling berkuasa sesudah raja yaitu Senopati Nambi.
Pengangkatan ini memang banyak terpengaruh oleh bujukan Dara Petak. Mendengar akan pengangkatan patih ini, merahlah muka Adipati Ronggo Lawe. Ketika mendengar berita ini dia sedang makan, seperti biasa dilayani oleh kedua orang istrinya yang setia, yaitu Dewi Mentorogo clan Tirtowati. Mendengar berita itu dari seorang penyelidik yang datang menghadap pada waktu sang adipati sedang makan, Ronggo Lawe marah bukan main. Nasi yang sudah di kepalnya itu dibanting ke atas lantai clan karena dalam kemarahan tadi sang adipati menggunakan aji kedigdayaannya, maka nasi sekepal itu amblas ke dalam lantai. Kemudian terdengar bunyi berkerotok clan ujung meja diremasnya menjadi hancur.
"Kakangmas adipati ... harap Paduka tenang ...;' Dewi Mentorogo menghibur suaminya. "Ingatlah, Kakangmas Adipati ... sungguh merupakan hal yang kurang baik mengembalikan berkah ibu pertiwi secara itu..:' Tirtowati juga memperingatkan karena melempar nasi ke atas lantai seperti itu penghinaan terhadap Dewi Sri clan dapat menjadi kualat. Akan tetapi, Adipati Ronggo Lawe bangkit berdiri, membiarkan kedua tangannya dicuci oleh kedua orang istrinya yang berusaha menghiburnya. ''Aku harus pergi sekarang juga!" katanya."Pengawal lekas suruh persiapkan si Megalamat di depan! Aku akan berangkat ke Mojopahit sekarang juga!" Megalamat adalah satu di antara kuda-kuda kesayangan Adipati Ronggo Lawe, seekor kuda yang amat indah clan kuat, warna bulunya abu-abu muda. Semua cegahan kedua istrinya sama sekali tidak didengarkan oleh adipati yang sedang marah itu...
Identifikasi nilai-nilai yang ada dalam kutipan cerita sejarah Kemelut di Majapahit.
Latihan Soal
Kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi
Berkisah pada jaman dahulu di daerah Jawa Barat, seorang wanita cantik bernama Dayang Sumbi hidup dengan putranya Sangkuriang dan anjing kesayangan mereka.
Anjing tersebut selalu menemani kemana Sangkuriang pergi namun tidak pernah membantu Sangkuriang dalam berburu. Hal itu tentunya membuat Sangkuriang tidak menyukai anjingnya.
Suatu hari kemarahan Sangkuriang tidak dapat terbendung dan membuatnya tega membunuh anjingnya. Lalu saat sesampai di rumah, Sangkuriang memberikan hati anjingnya untuk ibunya.
Dayang Sumbi yang tidak mengetahuinya lalu memasaknya dan memakannya. Saat Dayang Sumbi bertanya di mana anjingnya, Sangkuriang berbicara bahwa anjingnya telah dibunuh dan hatinya diberikan kepada Dayang Sumbi.
Mendengar hal tersebut Dayang Sumbi marah dan memukul kepala Sangkuriang hingga berdarah. Sangkuriang kemudian pergi meninggalkan rumah. Hal yang membuat Dayang Sumbi marah karena anjing tersebut merupakan jelmaan ayah Sangkuriang.
Hati anjing yang dimakan Dayang Sumbi membuatnya awet muda dan semakin cantik saja. Sehingga saat beberapa tahun kemudian Sangkuriang pulang dan tidak mengenali ibunya tersebut.
Sangkuriang jatuh cinta pada Dayang Sumbi dan berniat menikahinya. Awalnya Dayang Sumbi tidak menolak namun suatu hari saat sedang membenarkan ikat kepala Sangkuriang Dayang Sumbi melihat sebuah luka di kepala.
Di mana mengingatkannya dengan kejadian saat dahulu Dayang Sumbi melukai anaknya dengan memukul di kepala.
Hal itu membuat Dayang Sumbi sadar yang akan menikahinya adalah anaknya sendiri. Sehingga Dayang Sumbi menolak pernikahan tersebut namun Sangkuriang seperti tidak mau menerima kenyataan dan tetap ingin menikahi ibu kandungnya sendiri.
Akhirnya Dayang Sumbi memberikan persyaratan yaitu Sangkuriang harus mampu membendung sungai Citarum dan membuatkan sampan besar. Semua itu harus selesai dalam satu malam.
Ternyata Sangkuriang meminta bantuan jin untuk sehingga permintaan Dayang Sumbi dengan mudah diselesaikan. Akhirnya sebelum fajar pekerjaan sudah hampir selesai.
Dengan bantuan warga Dayang Sumbi mampu menggagalkan Sangkuriang menyelesaikan syaratnya yaitu kain sutra dibentang ke arah timur kota sehingga seperti fajar. Merasa gagal akhirnya sangkuriang menghancurkan pekerjaannya tersebut. Sehingga bendungan yang rusak membuat seluruh kota terendam. Sampan yang telah dibuat pun ditendang Sangkuriang hingga jatuh telungkup membentuk sebuah gunung. Dimana gunung inilah yang dikenal dengan nama Tangkuban Perahu.
Soal:
- Identifikasilah nilai-nilai dalam teks tersebut!
- Konstruksilah teks Kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi dalam teks eksplanasi!
Jawaban
- Identifikasi nila-nilai dalam teks tersebut adalah - nilai moral terlihat pada sikap Dayang Sumbi yang teguh (konsisten) dalam menepati janji yang telah diucapkannya , yaitu bersedia menikah dengan siapa pun yang mengambil gulungan benangnya , yang ternyata adalah seekor anjing. dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa betapapun pahit akibat yang akan ditanggungnya , seseorang harus teguh menepati janjinya.
- Konstruksi nilai-nilai dalam teks cerita rakyat menjadi teks eksplanasi.
- nilai sosial, bahwa di kalangan masyarakat Sunda (Jawa Barat) , percintaan atau pernikahan antara ibu dengan anak (incest) merupakan perbuatan yang dilarang (haram), sebab jika hal tersebut terjadi, maka nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat akan hancur.
EVALUASI