wendycode

Materi dan Soal Menganalisis Unsur kebahasaan Teks Editorial Kelas 12 KD 3.6 #KP 2

0

Kegiatan Pembelajaran 2

Menganalisis Unsur kebahasaan Teks Editorial


Tujuan Pembelajaran

Setelah kegiatan pembelajaran 2 ini diharapkan dapat menganalisis unsur kebahasaan Teks Editorial dengan kritis dan semangat agar dapat merancang teks editorial yang kreatif, inovatif, serta bertanggung jawab.


Uraian Materi

Pada topik ini kaidah akan kembali kita perdalam agar kalian mampu menganalisis bahasa teks editorial. Pemahaman kaidah bahasa sangat diperlukan dalam kemahiran menganalisis bahasa.

Sebagai salah satu ragam bahasa jurnalistik, teks editorial/opini mengandung unsur-unsur bahasa yang dapat mengekspresikan sikap eksposisi. Teks eksposisi adalah salah satu jenis teks yang dibahas pada kelas 10 dalam kurtilas. Teks ini berfungsi untuk memaparkan dan menjelaskan suatu informasi. Adanya jenis teks ini dalam teks editorial menunjukkan bahwa teks editorial merupakan teks yang bergenre makro.

Ada banyak kaidah kebahasaan yang digunakan dalam membuat teks makro, termasuk teks editorial. Berikut adalah uraian beberapa kaidah kebahasaan yang kita temukan dalam teks editorial.

1. Adverbia frekuentatif dan Modalitas

Adverbia frekuentatif adalah adverbia yang mempertegas ekspresi kepastian.Dalam tradisi struktural fungsional linguistik (SFL), hal ini sering juga disebut modalitas. Contoh adverbia frekuentatif adalah selalu, biasanya, sering, kadang-kadang, jarang, dan kerap.

2. Konjungsi

Konjungsi yang digunakan pada teks editorial adalah konjungsi eksternal temporal, konjungsi internal penegasan, dan konjungsi kausalitas/sebab-akibat. Berikut adalah contoh ketiga konjungsi tersebut.

Konjungsi Eksternal Temporal
  • Pertama, kedua, berikutnya, kemudian, setelah itu,

Konjungsi Penegasan
  • Eksternal : bahkan, selain itu,
  • Internal : lagipula

Konjungsi Kausalitas/Sebab-akibat
  • Eksternal : Oleh karena itu, jadi, oleh sebab itu, dengan demikian,
  • Internal : karena, sehingga,

Konjungsi internal persyaratan/pengandaian
  • agar, supaya

3. Verba/kata kerja

Verba dalam linguistik struktural harus dianalisis berdasarkan struktur klausa. Hal ini disebabkan skema informasi diterapkan pada tataran klausa. Kita tidak bisa menerapkan verba hanya pada tataran jenis kata semata. Halliday membagi verba menjadi enam jenis proses: material, tingkah laku (behavioural), verbal, mental, relasional, dan eksistensional. Dalam teks editorial, terdapat tiga jenis proses verba, yaitu material, mental, dan relasional.

A. Verba material

Verba ini menekankan adanya proses dalam melakukan sesuatu. Proses material membutuhkan dua partisipan yang disebut (1) pelaku dan (2) yang dikenai pelaku. Contohnya adalah sebagai berikut

Singa itu menerkam Anank
Daus memukul tembok
  • Singa itu, Daus ((partisipan) aktor/pelaku)
  • menerkam, memukul (proses)
  • Anank, Tembok ((partisipan) tujuan/yang dikenai dampak)

B. Verba mental

Verba mental adalah verba yang menjelaskan proses dalam merasakan.
Ada tiga hal yang dijelaskan dalam proses ini, yaitu
  1. Persepsi: (melihat, mendengar, mencium, mengecap, meraba)
  2. Afeksi: (suka, takut, benci)
  3. Kognisi: (berpikir, memahami, mengetahui)
Dalam proses mental terdapat dua partisipan yang disebut yang merasakan (perasaan sadar untuk melihat, merasakan, atau berpikir) dan fenomena (hal yang dirasakan atau dipikirkan) Perhatikan contoh
berikut!

Aku percaya akan kamu
Alfi mencintai istrinya
Meida melihat setan
  • Aku, Alfi, Meida (yang merasa)
  • percaya, mencintai, melihat (Proses)
  • Akan kamu, Istrinya, Setan (Fenomena)

C. Proses relasional

Verba relasional adalah proses untuk menjadi sesuatu
Terdapat tiga tipe proses relasional, yaitu
  1. Intensif a adalah b (membentuk hubungan persamaan di antara dua entitas)
  2. Keadaan a ada pada b (mendefinisikan suatu entitas berada pada suatu tempat, waktu, atau sikap)
  3. Posesif/kepemilikan 
a memiliki 
b (mengidentifikasi bahwa satu entitas memiliki yang lain)

Setiap tipe proses di atas menciptakan dua model:
a. Atributif  (b adalah atributif untuk a)
Proses ini membutuhkan dua partisipan, yaitu penanda dan petanda atau penyandang dan sandhangan

Contoh:

Politikus Senayan telah memiliki gaji dan tunjangan yang memadai.
  • Politikus Senayan (penyandang)
  • telah memiliki (Relasional atributif)
  • gaji dan tunjangan yang memadai. (sandangan)


b. Identifikatif (b adalah identitas bagi a) 
Proses ini membutuhkan dua partisipan, yang disebut token dan yang teridentifikasi dan partisipan nilai dan pengidentifikasi.
Contoh:

Tugas kepala daerah adalah memimpin daerahnya.
  • Tugas kepala daerah (yang terindentifikasi)
  • adalah (Relasional atributif)
  • memimpin daerahnya. (nilai)

4. Modalitas

Salah satu ciri kebahasaan teks editorial adalah adanya penggunaan kalimat pendapat dan pandangan seorang penulis terhadap suatu permasalahan (tesis). Untuk menunjukkan hal ini, teks editorial membutuhkan ciri kebahasaan yang lain, yaitu modalitas.

Modalitas adalah cara penulis menyatakan sikap dalam sebuah komunikasi. Beberapa bentuk modalitas di antaranya adalah memang, niscaya, pasti, sungguh, sangat, tentu, tidak, bukan (untuk menyatakan kepastian), agaknya, barangkali, mungkin, rasanya, rupanya (untuk menyatakan kesangsian), semoga, mudah- mudahan (menyatakan keinginan), jangan (larangan), mustahil (keheranan).


Rangkuman

Kita dapat menganalisis bahasa teks editorial dengan cara memahami ciri kebahasaan teks editorial/opini. Ciri kebahasaan tersebut adalah adverbia frekuentatif, verba material, verba mental, verba relasional, konjungsi, dan modalitas.


Penugasan Mandiri

1. Bacalah teks editorial yang berjudul "Kado Tahun Baru". Kemudian analisislah kaidah kebahasaannya.

Kado Tahun Baru

Pertamina mengirim kado Tahun Baru yang pahit kepada masyarakat. Menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Akibatnya sampai di\ tingkat konsumen harganya menjadi Rp125.000,00 hingga Rp130.000,00. Bahkan di lokasi yang relatif jauh dari pangkalan, mencapai Rp150.000,00—Rp200.000,00.

Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis. Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi. Pertamina memutuskan secara sepihak seraya mengiringinya dengan alasan yang terkesan logis. Merugi Rp22 triliun selama 6 tahun sebagai dampak kenaikan harga di pasar internasional serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kenaikan harga itu mengharuskan Presiden Republik Indonesia yang sedang melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur meminta Wakil Presiden Republik Indonesia menggelar rapat mendadak dengan para menteri terkait. Mendengarkan penjelasan Direksi Pertamina dan pandangan Menko Ekuin, yang kesimpulannya dilaporkan kepada Presiden. Berdasar kesimpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada Minggu kemarin.

Kita mengapresiasi langkah cekatan pemerintah dalam mengapresiasi kenaikan harga elpiji non-subsidi 12 kg itu seraya mengiringinya dengan pertanyaan. Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberitahu mengenai rencana Pertamina menaikkan secara sewenang-wenang. Pertamina merupakan perusahaan negara yang diamanati undang-undang sebagai pengelola minyak dan gas bumi untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan Menteri BUMN tidak tahu, tidak diberi tahu serta tidak dimintai pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.

Kalau dugaan kita yang seperti itu benar adanya, bisa saja di antara kita menengarai langkah pemerintah itu sebagai reaksi semu. Reaksi yang muncul sebagai bentuk kekagetan atas reaksi keras yang ditunjukkan pimpinan DPR RI, DPD RI, dan masyarakat luas. Malah boleh jadi ada politisi yang mengategorikannya sebagai reaksi yang cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah memperhatikan kesulitan sekaligus melindungi kebutuhan rakyat.

Kita tidak bisa menerima sepenuhnya alasan merugi Rp22 triliun selama 6 tahun menjadi regulator elpiji sehingga serta-merta Pertamina menaikkan harga elpiji? Dalam peran dan tugasnya yang mulia inilah Pertamina tidak bisa semata-mata menjadikan harga pasar dunia sebagai kiblat dalam membuat keputusan. Sebab di sisi lain perusahaan memperoleh keuntungan besar atas hasil tambang minyak dan gas yang dieksploitasi dari perut bumi Indonesia.

Keuntungan besar itulah yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Caranya dengan mengambil atau menyisihkan sepersekian persen keuntungan untuk menyubsidi kebutuhan bahan bakar kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Sumber: Kedaulatan Rakyat

2. Bacalah beberapa berita di media massa baik cetak maupun elektronik!
Buatlah simpulan dari informasi yang menurutmu aktual, kontroversial, dan fenomenal, kemudian rancanglah sebuah teks editorial berdasarkan struktur yang tepat!


Latihan Soal


EVALUASI


Baca petunjuk kuis ...

Soal  dari 


Usaha yang bagus!
Jawaban benar dari soal!
Skor Nilai

Posting Komentar

0 Komentar
Komentar

Tinggalkan pesan yang positif untuk membangun komunikasi yang sehat

Tinggalkan pesan yang positif untuk membangun komunikasi yang sehat

Posting Komentar (0)
2/sidebar/Soal 11

#buttons=(Accept !) #days=(360)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda.Pelajari lagi
Terima!
To Top